Wednesday, November 16, 2016

TINEA CAPITIS

DEFINISI
Tinea kapitis adalah infeksi jamur pada kulit dan rambut kepala, alis mata, dan bulu mata yang disebabkan spesies Microsporum dan Trichophyton.(4)
FAKTOR PENCETUS
Transmisi penularan meningkat pada kebersihan yang buruk, penduduk yang padat dan status ekonomi yang rendah. (5, 6) Jamur pada tinea kapitis umumnya berasal dari sisir rambut,topi, sarung bantal, mainan dan kursi teater. Bahkan setelah rambut gugur, organisme infeksi masih bisa menular selama lebih dari satu tahun. Tinea kapitis sulit diberantas karena kariernya bersifat asimtomatik.(5)
ETIOLOGI
Tinea kapitis disebabkan oleh spesies Trichophyton Sp. dan Microsporum Sp.
Penyebabnya berbeda berdasarkan letak geografis. Di Amerika Serikat paling banyak disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Microsporum canis. Di Eropa, Amerika Selatan, Australia, Asia, dan Afrika Utara umumnya disebabkan oleh M. canis dan T. violaceum. Berdasarkan tempat menghasilkan spora, jamur penyebab tinea kapitis dibagi menjadi dua, yaitu ektotriks dan endotriks.(4)
PATOGENESIS
Jamur penyebab tinea kapitis secara invivo hidup pada keratin pada bagian rambut yang telah mati. Jamur tersebut menyebabkan keratolitik yang disebabkan oleh enzim keratinase, namun sebaliknya terdapat pula beberapa jamur yang menghasilkan keratinase yang tidak menyebabkan tinea kapitis. Penjelasan yang pasti mengenai hal ini masih belum diketahui secara  pasti.
Insiden tinea kapitis yang lebih banyak terjadi pada usia prapubertas disebabkan oleh karena menurunnya asam lemak dalam sebum. Infeksi diawali dari dengan invasi dermatofit melalui perifolikuler stratum korneum, kemudian hifa tumbuh kedalam folikel dan berkembang dengan membentuk rangkaian spora dan berhenti pada pertemuan antar sel yang memiliki inti dan mempunyai keratin tebal. Pada ujung hifa dijumpai bagian luar intrapilari hifa membelah membentuk rantai spora ektotrik, disebut juga Adamson’s Fringe. Selama pertumbuhan rambut, jamur ikut tumbuh ke arah batang rambut yang akan menyebabkan patahnya rambut dan terjadi alopesia.(4)
GEJALA KLINIS
Gambaran klinis tinea kapitis beraneka ragam, tergantung pada jenis invasi rambut, tingkat perlawanan tubuh dan derajat respon peradangan. Gatal bervariasi dari ringan sampai berat. Pada semua jenis tinea kapitis, gambaran klinis utama sebagian rambut rontok disertai peradangan.(7)
a.      Tipe Non-Inflamasi atau Epidemik
Tipe Non-Inflamasi merupakan tipe yang paling sering terjadi dan disebabkan olehorganis me antropofilik ektotriks seperti M.audouinii atau M.canis. Inflamasi yang terjadi pada tipe ini minimal. Rambut pada tempat yang terkena menjadi berwarna abu-abu dan tidak  bercahaya karana adanya artrokonidia dan patah beberapa milimeter di atas kulit kepala. Kadang disertai kerontokan rambut yang tidak disadari. Lesi pada tipe ini berbatas tegas, dikelilingi hiperkeratosis berskuama pada daereh alopesia, dan rambut patah (grey patch type). Gambarannya seperti “ladang gandum”. Rambut yang tersisa dan skuama menunjukkan fluoresensi hijau pada pemeriksaan lampu Wood. Lesi umumnya terjadi di daerah oksiput.(5)
b.      Tipe Inflamasi
Tipe ini umumnya disebabkan golongan zoofilik dan geofilik, dengan contoh tersering M.canis dan M.gypseum. Inflamasi yang terjadi disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap infeksi. Spektrum inflamasi yang terjadi bervariasi dari pustular folikulitis sampai kerion. Inflamasi ini sering menyebabkan alopesia sikatrikal. Lesi inflamasi umumnya gatal, kadang disertai nyeri, limfadenopati servikal posterior, demam, dan lesi lain pada kulit glabrosa.(5)
c.       Tipe “Black dot”
Tipe ini disebabkan oleh organisme antropofilik endotriks, T.tonsurans dan T.violaceum. Ini merupakan bentuk tinea kapitis yang paling sedikit inflamasinya, dan dapat disertai kerontokan rambut. Apabila terjadi kerontokan, rambut patah tepat pada kulit kepala meninggalkan gambaran bintik hitam pada daerah alopesia. Terdapat skuama difus, dan inflamasi yang terjadi bervariasi mulai dari minimal sampai folikultis pustular atau lesi seperti
furunkel sampai kerion. Area yang terkena biasanya multipel atau poligonal dengan batas yang kurang jelas. Uumnya masih terdapat rambut normal di daerah alopesia.(5)
d.      Tinea Favosa
Tinea Favosa atau favus merupakan infeksi dermatofit pada kulit kepala, kulit glabrosa dan atau kuku yang disertai oleh krusta kuning tebal (skutula) di dalam folikel rambut yang dapat menyebabkan alopesia sikatrikal. Kelainan di kepala dimulai dengan bintik – bintik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus “mousy odor”. Skutula dapat mencapai diameter 1 cm, menutupi rambut disekelilingnya, dan kemudian bergabung dengan skutula lainnya sehingga menjadi besar.(4, 5)
HISTOPATOLOGI DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lesi pada kepala dengan menggunakan lampu Wood dapat menampilkan fluoresen pteridin dari beberapa pathogen. Rambut yang berfluoresensi harus dipilih untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sangatlah penting untuk mengetahui bahwa orgsanisme ektotriks seperti M. Canis dan M. Audinii akan berfluoresensi pada pemeriksaan lampu wood, namun organisme endotriks seperti T. tonsurans tidak akan berfluoresensi.(5)
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan larutan KOH 10-20%. Bahan diambil dari kerokan kulit kepala dan pencabutan rambut kepala. Beberaapa klinisi menggunakan pengecatan Swartz-Lamkin, PAS, atau Chlorazol Black E untuk mengidentifikasi jamur lebih cepat.(4) Padapemeriksaan mikroskop akan nampak 2 kemungkinan pola gambaran infeksi:(5)
1. Ektotrik-kecil atau antrokonidia besar membentuk lapisan pada sekekliling batang rambut.
2. Antrokonidia-endotrik berada di dalam batang rambut.
Gambaran histopatologis pada dermis tampak adanya infiltrat perifolikular berupa histiosit, limfosit, eosinofil, dan sel plasma.(5) Kultur bertujuan untuk menentukan spesies dermatofit penyebab tinea kapitis. Media kultur yang biasa dipakai adalah agar Sabouraud’s. Jamur akan tumbuh dalam 5-14 hari. Pertumbuhan jamur dapat dilihat dengan adanya perubahan warna dari kuning ke merah yang mulai setelah 24-48 jam, dan jelas dibaca pada hari ke 3-7.(4)
TERAPI
Pengobatan yang paling efektif adalah pengobatan oral, walaupun saat ini cukup banyak obat
topikal dari derivate imidazol yang mempunyai efek fungistatik.
1.      Griseovulfin.
Aman dan dapat ditoleransi dengan baik untuk anak. Dosisnya apabila digunakan dalam bentuk ultramicrosize adalah dosis tunggal 10-15 mg/kgBB, sedangkan microsize 15-25 mg/kgBB.
Griseofulvin diberikan bersamaan dengan makanan yang mengandung lemak. Lama pengobatan tergantung keadaan klinis dan mikologik, minimal 6-8 minggu sampai 3-4 bulan.
2.      Ketokonazol
Efektif pada tinea kapitis yang terutam disebabkan oleh Trichophyton dan kurang efektif apabila disebabkan oleh M. canis.Dosis yang diberikan adalah 3,3-6,6 mg/kgBB selama 3-6 minggu. Ketokonazol bersifat hepatotoksik.
3.      Itrakonazol
Diberikan dengan dosis 3-5 mg/kgBB atau 100 mg/hari selama 5 minggu. Dapat pula diberikan dengan dosis denyut. Itrakonazol sangat efektif untuk tinea kapitis baik spesies Microsporum maupun Trichophyton.
4.      Flukonazol
Efektif untuk tinea kapitis. Pemberiannya tidak bergantung dari makanan, relative aman dan ditoleransi dengan baik
5.      Terbinafin
Dosis 62,5-250 mg/hari selama 6 minggu, atau 3-6 mg/kgBB/hari selama 4 minggu. Efek sampingnya dapat berupa gangguan gastrointestinal, pusing, urtikaria, reaksi morbili, sakit kepala, hilangnya rasa pengecap, pansitopenia.
6.      Topikal
Dapat diberikan sampo ketokonazol 2% atau selenium sulfide 2,5% yang diaplikasikan 3x/minggu dan didiamkan pada kulit kepala sedikitnya 5 menit.(4)
KOMPLIKASI
Dapat terjadi alopesia menetap dan infeksi bakteri.(4)

PROGNOSIS

Perjalanan penyakit pada dermatofitosis pada umumnya dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan sempurna.

ACNE VULGARIS (JERAWAT)

Definisi
  Akne vulgaris ( jerawat ) merupakan kelainan folikel umum yang mengenai pilosebasea ( polikel rambut ) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher, serta bagian atas. Akne ditandai dengan komedo tertutup ( white head ), komedo terbuka ( black head ), papula, pustul, nodus, dan kista.
Epidemiologi
       Akne vulgaris atau lebih sering disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang banyak sekali dijumpai terutama di masyarakat kita Indonesia, penyakit yang menyerang bagian organ kulit ini terutama ditemui pada usia remaja dan dewasa muda, wanita usia15 – 19 tahun dan pada pria usia 17 – 21 tahun , tapi sering juga usia lebih muda atau lebih tua, terkena penyakit ini.
       Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa frekuensi akne, vulgaris pada populasi manusia cukup tinggi, bahkan menurut Kligman penyelidik terkenal dibidang akne tidak ada seorang manusiapun yang melewati kehidupannya tanpa sebuah jerawat dikulitnya. Sehingga timbul keraguan apakah akne ini merupakan penyakit atau hanya suatu tanda kehidupan fisiologis saja. Sama seperti tumbuhnya kumis jenggot dan lain-lain.
  Hal inilah yang menjadi kendala karena walaupun akne vulgaris ini tidak membahayakan kehidupan tetapi sering menjadi masalah karena akibat kosmetik yang tidak jarang menjadi keluhan psikologis penderita terhadap lingkungan sosial sekelilingnya, bahkan menyebabkan kurang percaya diri pada aindividu tersebut, malu untuk berkumpul-kumpul dan lain sebagainya.
       Akne vulgaris ini menyerang dan mengenai appendages kulit yaitu kelenjer lemak kulit sehingga daerah kulit yang lebih sering terkena adalah bagian kulit yang yang banyak mengandung kelenjar lemak yaitu muka, leher, dada, bahu punggung dan lengan atas bagian atas.
Etiopatogenesa
a.         Faktor genetik
            Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan kepekaan unit pilosebsea terhadap kadar androgen yang normal. Adanya menduga bahkan faktor genetik ini berperan dalam menentukan bentuk dan gambaran klinis, penyebaran lesi dan durasi penyakit. Pada lebih 80% penderita mempunyai minimal seorang saudara kandung mempunyai yang sama dan pada ebih dari 60% penderita mempunyai minimal salah satu orang tua dengan akne vulgaris juga.
b.         Faktor Ras
              Kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris diajukan karena melihat kenyataan adanya ras-ras tertenu seperti mongoloid yang lebih jarang menderita akne dibandingkan dengan Causcasian, orang kulit hitam pun lebih dikenal dibanding dengan orang kulit putih.
c.         Faktor musim
       Suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih besar, serta sinar ultra violet yang lebih banyak menyebabkan akne vulgaris lebih sering timbul pada musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Pada kulit kenaikan suhu udara 1 derajat celcius mengakibatkan kenaikan laju ekresi sebum naik sebanyak 10%.
d.        Faktor makanan
                   Masih diperdebatkan, ada penyelidik yang setuju makanan berpengaruh pada timbulnya akne, adapula yang kontra. Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak (kacang, daging berlemak susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat (makanan manis syrop), makanan beryodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas. Menurut yang pro makanan dapat merubah komposisi sebum dan menaikan Produksi kelenjar sebasea.
e.         Faktor infleksi,
       Ada 3 (tiga) golongan mikroorganisme yang merupakan floranormal kulit, C akne, S epidermis, dan P ovale. Peran mikroba ini adalah membentuk enzim lipase yang dapat memecah trigliserida menjadi asamlemak bebas yang bersifat komedogenik.
f.          Faktor psikis
       Stress emosi pada sebagian penderita dapat menyebabkan kambuhnya akne, mungkin melalui mekanisme peningkatan produksi Androgen dalam tubuh.
g.         Faktor endokrin atau hormonal
h.         Faktor keaktifan kelenjar sebasea
       Memepengaruhi banyak sedikitnyaproduksi sebum. Pada penderita akne vulgaris produksi sebumnya lebihtinggi dari normal.Semuafaktor penyebab ini pengaruhnya tidak sama pada setiap individu penderita dan umumnya multifaktora, dengan kata lain semua faktor dapat mempengaruhi.patogenesa terjadinya akne vulgaris.  Pada kulit kelenjar sebasea bermuara pada folikel rambut, membentuk unit pilosebsea, yaitu folikel rambut dengan satu atau lebih kelenjar, bersama otot polos yang berhubungan dengan folikel tersebut. Kadang-kadang kelenjar sebasea bermuara langsung kepermukaan kulit.
       Didaerah muka punggung dan kulit kepala terdapat kelenjar sebasea dalam jumlahyang lebih banyak dan lebih besar. Pada daerah-daerah tersebut terdapat 400 –900 Kelenjar/Cm2 sedangkan ditempat lain kurang dari 100 kelenjar/cm2. Kelenjar sebasea adalah kelenjar yang menghasilkan sebum atau lemak yang berguna untuk membentuk lemak permukaan kulit yang berfungsi melindungi kulit. Sebum terdiri dari campuran dari berbagai macam lemak seperti trigliserida, asam lemak bebas, ester malam kolesterol skualen dan ester kolesterol.
Faktor-faktor patogen yang terjadi pada pembentukan lesi akne vulgaris antara lain :
1.         Terjadinya penyumbatan pad saluran kelenjar sebasea dengan keratin dan sebum yang akan  mengeras dimulai siinfra infun dibum. Dengan pengaruh faktor kertinisasi, hormonal dan susunan lemak sebum maka terjadi proses ini. Masa penyumbat akan menghalangi pengeluaran produksi sebum dari kelenjar dan mengundang timbulnya peradangan didinding folikel.
2.         Pengaruh hormon testoren dan androgen yang mempengaruhi produksisebum, peningkatan hormon ini akan berpengaruh pada berat ringannyapenyakit.
3.         Terjadinya perubahan hormonal akan mengakibatkan perubahan susunan biokimia lemak dan ensim pemecah lemak dari mikroorganisme dikulit. Hampir semua komponen sebum bersifat komedogenik tetapi yang dianggap paling komedogenik adalah asam lemak bebas dan skualent, sedang ester, kolesterol trigliserida mempunyai efek lemah.
4.         Akne vulgeris bukan termasuk penyakit infeksi, peranan mikroorganisme C.Akne S.epidermis, P ovale terhadap pembentukan erupsi tidak dapat disingkirkan. Mikroorganisme ini mengeluarkan enzim hialurronidase dan lipase, dan faktor kemotaktik. Lipase memecah lemak menjadi asam lemak bebas yang komedogenik. Faktor kemotaktik diduga berperan pada proses inflamasi yang terjadi sesudah penyumbatan.
Gejala Klinis
  Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas.Lokasi kulit lain, misalnya leher,lengan atas, dan glutea kadang – kadang terkena.Erupsi kulit polimorfik dengan gejala predomoinan salah satumya, komedo, papul yang tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yangberadang.Dapat disertai rasa gatal namun umum keluhan pendeita adalah keluhan estetis.Komedo adalah gejala patognomonis bagi akne berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam ataun komedo trebuka ( black komedo, open komedo ).Sedang bila brewarna putih karena letaknya lebih dalm sehuingga tidak mengandungb unsur melanin disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup( white,close komedo )
I.6 GRADASI
Penulis ( 1982 ) di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut:
a.       Ringan, bila         :
·         beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
·         beberapa lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
·         sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
b.      Sedang, bila        :
·         Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
·         beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
·         beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
·         sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
c.       Berat, bila            :
·         Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
·          Banyak lebih  beradang pada 1 atau lebih predileksi
Catatan :          sedikit <5, beberapa 5-10, banyak >10 lesi
Tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul
Beradang         : pustule, nodus, kista
Diagnosa
·         Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan eksohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraltor ( sendok Unna ). Sebum yang menyumbat foikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau masa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
·         Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar foliel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang tercampur dengan darah, jariang mati, dan keratin yang lepas.
·         Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.
·         Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas ( free fatty acid ) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.
Diagnosa Banding
1.         Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya kortikosteroid, INH, barbiturate, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa eropsi papulo mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua usia.
2.         Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul. Dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.
3.         Rosasea ( dulu : akne rosasea ), merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustule, telangiektasi dan kadang – kadang disertai hipertrofi kelenjer sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne.
4.         Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita denga gejala klinis polimofi eritema, papul, pustule, di sekitar mulut yang terasa gatal.
Pengobatan
Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat – obat topical, obat sistemik, bedah kulit atau kombinasi cara – cara tersebut.
A.     Pengobatan topical
Pengobatan topical dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi. Obat topical terdiri atas:
·         Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit ( peeling ), misalnya sulfur (4-8%), resosinol (1-5%), asam salisilat (2-5%), peroksida benzoil (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%), dan asam azeleat (15-20%). Akhir – akhir ini digunakan pula asam alfa hidroka (AHA), misalnya asam glikolat (3-8%. Efek samping obat iritan dapat dikurangi dengan cara pemakaian berhati – hati dimulai dengan konsentrasi yang paling rendah.
·         Antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah miktoba dalam topikal yang berperan dalam etiopatogensis akne vulgaris, misalnya oksi tetrasilin (1%), eriteomisin (1%), klindamisin fosfat (1%).
·         Antiperadangan topikal, salap atau krim kortikosteroid kekuatan ringan atau sedang ( hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid kuat ( triamsinolon asetonid 10 mg/cc) pada lesi nodulo-kistik.
B.     Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik di samping dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan obat sistemik terdiri atas:
·         Anti bakteri sistemik; tetrasiklin (250 mg – 1,0 g/hari), eritmisin (4×250 mg/hari), doksisiklin 50 mg/hari), trimetoprim 3×100 mg/hari).
·         Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjer sebasea, misalnya estrogen ( 50 mg/hari selama 21 hari dalam sebulan ) atau antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan untuk penderita wanita dewasa akne vulgaris beradang yang gagal dengan terapi yang lain. Kortikosteroid sistemik diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjer adrenal, misalnya prednisone (7,5 mg/hari) atau deksametason ( 0,25-0,5 mg/hari).
·         Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai antikeratinisasi ( 50.000 ui 150.000 ui/hari) sudah jarang digunakan sebagai obat akne karena efek sampingnya. Isotretinoin ( 0,5 – 1 mg/kg BB/hari merupakan derivate retinoid yang menghambat produksi sebum sebagai pilihan pada akne nodulokistik atau konglobata yang tidak sembuh dengan pengobatan lain.
·         Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non-steroid ibuprofen ( 600 mg/hari) dapson ( 2×100 mg/hari), seng sulfat ( 2×200 mg/hari).
C.     Bedah kulit
Tindakan bedah kulit kadang – kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang sering menimbulkan jaringan parut; baik yang hipertrofik maupun yang hipotrofik. Jenis bedah kulit disesuaikan dengan macam dan kondisi jaringan parut yang terjadi. Tindakan dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh.
·         Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.
·         Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi yang dapat mempercepat penyembuhan.
·         Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan jaringan parut yang benjol.
·         Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk mempercepat penyembuhan radang.
·         Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne yang luas.
Prognosis
Umunya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umunya sembuh sebelum mencapai usia 30-40 an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu di rawat-Inap di rumah sakit.


HISTOLOGI KULIT

KULIT

Integumen atau kulit merupakan jaringan yang menutupi permukaan tubuh,
yang terdiri atas 2 lapisan :
1. Epitel yang disebut epidermis
2. Jaringan pengikat yang disebut dermis atau corium
Epidermis berasal dari ectoderm dan dermis berasal dari mesoderm. Dibawah kulit terdapat lapisan jaringan pengikat yang lebih longgar disebut hypodermis yang pada beberapa tempat banyak mengandung jaringan lemak.
Pada beberapa tempat kulit melanjutkan menjadi tunica mucosa dengan suatu perbatasan kulit-mukosa (mucocutaneus junction).
Perbatasan tersebut dapat ditemukan pada bibir, lubang hidung, vulva, preputium, dan anus. Kulit merupakan bagian dari tubuh yang meliputi daerah luas dengan berat sekitar 16% dari berat tubuh.
Fungsi kulit selain menutupi tubuh, juga mempunyai beberapa fungsi lain; maka selain struktur epitel dan jaringan pengikat tersebut masih dilengkapi bangunan tambahan yang disebut apendix kulit, dimana meliputi : glandula sudorifera (kelenjar keringat), glandula sebacea (kelenjar minyak), folikel rambut, dan kuku.
Permukaan bebas kulit tidaklah halus, tetapi ditandai adanya alur – alur halus yang membentuk pola tertentu yang berbeda pada berbagai tempat.
Demikian pula permukaan antara epidermis dan dermis tidak rata karena adanya tonjolan – tonjolan jaringan pengikat ke arah epidermis.
Walaupun batas antara epidermis dengan jaringan pengikat /corium dibawahnya jelas, tetapi serabut jaringan pengikat tersebut akan bersatu dengan serabut jaringan pengikat di bawah kulit.
Ketebalan kulit tidaklah sama pada berbagai bagian tubuh. Tebalnya kulit tersebut dapat disebabkan karena ketebalan dua bagian kulit atau salah satu bagian kulit. Misalnya pada daerah intraskapuler kulitnya sangat tebal sampai lebih dari 0,5 cm, sedangkan di kelopak mata hanya setebal 0,5 mm. Rata – rata tebal kulit adalah 1-2 mm.

Berdasarkan gambaran morfologis dan ketebalan epidermis, kulit dibagi menjadi :
-Kulit Tebal
-Kulit Tipis
Walaupun kulit tebal mempunyai epidermis yang tebal, tetapi keseluruhan kulit tebal belum tentu lebih tebal dari kulit tipis.

KULIT TEBAL
Kulit tebal ini terdapat pada vola manus dan planta pedis yang tidak memiliki folikel rambut. Pada permukaan kulit tampak garis yang menonjol dinamakan crista cutis yang dipisahkan oleh alur – alur dinamakan sulcus cutis.
Pada mulanya cutis tadi mengikuti tonjolan corium di bawahnya tetapi kemudian dari epidermis sendiri terjadi tonjolan ke bawah sehingga terbentuklah papilla corii yang dipisahkan oleh tonjolan epidermis.
Pada tonjolan epidermis antara dua papilla corii akan berjalan ductus excretorius glandula sudorifera untuk menembus epidermis


Epidermis
Dalam epidermis terdapat dua sistem :
1. Sistem malpighi, bagian epidermis yang sel – selnya akan mengalami keratinisasi.
2. Sistem pigmentasi, yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan melanosit untuk sintesa melanin.
Disamping sel – sel yang termasuk dua sistem tersebut terdapat sel lain, yaitu sel Langerhans dan sel Markel yang belum jelas fungsinya.

Struktur histologis
Pada epidermis dapat dibedakan 5 stratum, yaitu:

1. Stratum basale
Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum germinativum karena paling banyak tampak adanya mitosis sel – sel.
Sel – sel lapisan ini berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat butir – butir pigmen.

2. Stratum spinosum
Lapisan ini bersama dengan stratum basale disebut pula stratum malpighi atau stratum germinativum karena sel – selnya menunjukkan adanya mitosis sel. Sel – sel dari stratum basale akan mendorong sel – sel di atasnya dan berubah menjadi polihedral.
Sratum spinosum ini terdiri atas beberapa lapisan sel – sel yang berbentuk polihedral dan pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya pada tepi sel menunjukkan tonjolan – tonjolan seperti duri – duri. Semula tonjolan – tonjolan tersebut disangka sebagai jembatan interseluler dengan di dalamnya terdapat tonofibril yang menghubungkan dari sel yang satu ke sel yang lain.

3. Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2-4 sel yang tebalnya di atas stratum spinosum. Bentuk sel seperti belah ketupat yang memanjang sejajar permukaan. Sel yang terdalam berbentuk seperti sel pada strarum spinosum hanya didalamnya mengandung butir – butir.
Butir – butir yang terdapat sitoplasma lebih terwarna dengan hematoxylin (butir – butir keratohialin) yang dapat dikelirukan dengan pigmen. Adanya butir – butir keratohyalin semula diduga berhubungan dengan proses keratinisasi, tetapi tidak selalu dijumpai dalam proses tersebut, misalnya pada kuku.
Makin ke arah permukaan butir – butir keratin makin bertambah disertai inti sel pecah atau larut sama sekali, sehingga sel – sel pada stratum granulosum sudah dalam keadaan mati.

4. Stratum lucidum
Tampak sebagai garis bergelombang yang jernih antara stratum granulosum dan stratum corneum. Terdiri atas beberapa lapisan sel yang telah gepeng tersusun sangat padat. Bagian yang jernih ini mengandung zat eleidin yang diduga merupakan hasil dari keratohialin.

5. Stratum Corneum
Pada vola manus dan planta pedis, lapisan ini sangat tebal yang terdiri atas banyak sekali lapisan sel – sel gepeng yang telah mengalami kornifikasi atau keratinisasi. Hubungan antara sel sebagai duri – duri pada stratum spinosum sudah tidak tampak lagi.
Pada permukaan, lapisan tersebut akan mengelupas (desquamatio) kadang – kadang disebut sebagai stratum disjunctivum


Dermis
Terdiri atas 2 lapisan yang tidak begitu jelas batasnya, yaitu :
1. Stratum papilare
Merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis yang membentuk papilla corii. Jaringan tersebut terdiri atas sel – sel yang terdapat pada jaringan pengikat longgar dengan serabut kolagen halus.
2. Stratum reticulare
Lapisan ini terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung serabut – serabut kolagen kasar yang jalannya simpang siur tetapi selalu sejajar dengan permukaan. Di dalamnya selain terdapat sel – sel jaringan pengikat terdapat pula sel khromatofor yang di dalamnya mangandung butir – butir pigmen.

Di bawah stratum reticulare terdapat subcutis yang mengandung glandula sudorifera yang akan bermuara pada epidermis.

KULIT TIPIS
Menutupi seluruh bagian tubuh kecuali vola manus dan planta pedis yang merupakan kulit tebal. Epidermisnya tipis,sedangkan ketebalan kulitnya tergantung dari daerah di tubuh.

Pada dasarnya memiliki susunan yang sama dengan kulit tebal,hanya terdapat beberapa perbedaan :
1. Epidermis sangat tipis,terutama stratum spinosum menipis.
2. Stratum granulosum tidak merupakan lapisan yang kontinyu.
3. Tidak terdapat stratum lucidium.
4. Stratum corneum sangat tipis.
5. Papila corii tidak teratur susunannya.
6. Lebih sedikit adanya glandula sudorifera.
7. Terdapat folikel rambut dan glandula sebacea.

Subcutis atau Hypodermis
Merupakan jaringan pengikat longgar sebagai lanjutan dari dermis.
Demikian pula serabut-serabut kolagen dan elastisnya melanjutkan ke dalam dermis.Pada daerah-daerah tertentu terdapat jaringan lemak yang tebal sampai mencapai 3cm atau lebih,misalnya pada perut.
Didalam subcutis terdapat anyaman pembuluh dan syaraf.