Monday, October 31, 2016

FARMAKOLOGI OBAT ANTI JAMUR



Infeksi jamur merupakan salah satu penyakit yang kerap ditemui di Indonesia. Infeksi jamur (mikosis), dapat dibedakan menjadi tiga yaitu superfisial, subkutan (tropical) dan sistemik (invasif). Mikosis superfisial menyerang kulit, rambut dan kuku. Mikosis subkutan (trpoical) menyerang otot dan jaringan ikat yang berada di bawah kulit. Mikosis sistemik (invasif) menyerang organ internal dan terbagi menjadi primer dan oportunistik.

Obat anti jamur bekerja pada tiga struktur dari jamur yaitu:
1. Membran sel
2. Sintesis DNA
3. Dinding sel

Berikut ini adalah penjelasan obat-obat anti jamur:

1. Amphotericin B
Merupakan antibiotik polyene yang bersifat amfifatik (hidrofilik dan lipofilik). Struktur polyene ini dapat berikatan dengan ergosterol yang berada membran sehingga dapat merubah permebialitas membran sel. Resistensi dapat terjadi apabila terjadi penurunan konsentrasi membran terhadap ergosteerol dan mutasi dari target. Dapat bersifat fungistatik ataupun fungisida.

ADME:

  • Absorbsi: diabsorbsi secara buruk di saluran pencernaan. Oleh karena itu obat ini dapat ditemui dalam sediaan intravena atau topikal. Komposisi obat ini berisi suspensi nolipid koloid, lipid kompleks atau liposomal.
  • Distribusi: Obat ini dapat didistribusikan hingga menuju sistem saraf pusat sehingga dapat digunakan untuk mikosis sistemik/
  • Metabolisme: metabolisme obat ini dilakukan di hati dan berjalan lambat kurang lebih selama dua minggu.
  • Ekskresi: obat ini diekskresikan melalui urin. Bagi penderita disfungsi renal diharapkan untuk melakukan penyesuaian dosis.
Preparat: 
Injeksi: 
  • Formulasi konvensional : fungizone
  • Lipid formulation: abelcet, ambisome, amphotec
Topikal: cream, losion, ointment



Indikasi:

  • Pasien dengan infeksi jamur sistemik seperti kandida, kriptokokus, histoplasmosis
  • Terapi akut pada pasien immunosuppresed
  • Terapi lokal pada ulkus kornea dan keratitis, artritis, kandiduria

Kontraindikasi dan Efek Samping:

  • Jarang digunakan pada klinik karena cenderung toksik.
  • Berhubungan dengan infusion seperti nyeri, demam, spasme otot, shock like (penurunan tekanan darah). Apabila terjadi hal seperti ini beri premidikasi berupa antihistamin, antipiretik dan steroid.
  • Nefrotoksik karena dapat menyebabkan hipokalemia, hipomagnesiumia dan anemia. Dapat diatasi dengan pengurangan penggunaan dosis atau dikombinasi dengan flucytosine. Formulasi liposomal dapat menurunkan ikatan obat dengan sel ginjal
  • Neurotoksik karena dapat menyebabkan kejang.
2. Flucytosine
Bekerja dengan cara menggangu sintesis protein. Setelah obat ini masuk dan penetrasi ke sel jamur, akan diubah menjadi florouracil (5-FU) oleh enzim cytosine deaminase. Enzim ini akan kompetitif dengan RNA jamur sehingga dapat mengganggu sintesis protein. Obat ini lebih bersifat fungisida. Resistensi apabila terjadi mutasi enzim cytosine deaminase.

ADME:

  • Absorbsi: diabsorbsi cepat secara per oral.
  • Distribusi: distribusi luas ke sistem saraf pusat, mata, dan traktus urinarius.
  • Ekskresi: obat ini diekskresikan melalui urin. Bagi penderita disfungsi renal tidak perlu untuk melakukan penyesuaian dosis.
Preparat: 
Kapsul ancobon

Indikasi:

  • Kandidiasis sistemik, kriptokokus
  • Karena spektrum yang sempit, biasanya dikombinasikan dengan Amphotericin B atau Triazole untuk meningkatkan uptake flucositosine dari plasma ke membran sel.
Kontraindikasi dan Efek Samping:

  • Jangan digunakan pada IBU HAMIL
  • Toksisitas dapat menyebabkan supresi tulang belakang (leukopenia, thrombositopenia) dan disfungsi hepat
3. Azole
Obat tipe azole terbagi menjadi dua jenis yaitu Imidazole dan Triazole. Cara kerjadi obat ini yaitu dengan menghalangi konversi lanosterol menjadi ergosterol sehingga pembentukan dinding sel dapat dihambat. Pada fungi, enzim sitokrom P450 lanosterol 14-alpha demetilase bertanggung jawab terhadap konversi lanosterol menjadi ergosterol. Azole berikatan dengan enzim tersebut sehingga menghambat produksi dari ergosterol. Tetapi patut diwaspadai bahwa ada beberapa interaksi tertentu yaitu dengan obat Rifampisin dan penurunan dari steroidneogenesis (ketokonazol dan itraconazole).
Contoh Imidazole; Ketokonazole, Clotrimazole, Miconazole
Contoh Triazole: Itraconazole, Fluconazole, Voriconazole, Terconazole

ADME:

  • Absorbsi: diabsorbsi cepat secara per oral maupun intravena. Fluconazole paling mudah diabsorbsi secara oral. Voriconazole paling cepat diabsorbsi dari yang lain.
  • Distribusi: distribusi luas kecuali Fluconazole yang rendah di sistem saraf pusat
  • Ekskresi: obat ini diekskresikan melalui urin. Bagi penderita disfungsi renal tidak perlu untuk melakukan penyesuaian dosis.
  • Lebih bersifat fungsistatik daripada fungisida (dapat dikombinasikan dengan amphotericin B)

4. Echinocandin
Bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel jamur dengan glucan sintase inhibitor. 



No comments:

Post a Comment