Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang
berarti “terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada
skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan
perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan:
yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan
interpersonal. Skizofrenia
adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada
kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran
yang abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR, 2008)
Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia
adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan
afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi
normal, sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi
(persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) (Arif, 2006).
Epidemiologi
Skizoffrenia cenderung menjadi penyakit menahun atau
kronis maka angka insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka
frevalensi dan diperkirakan mendekati angka sepuluh ribu pertahun. Ditemukan
juga bahwa life prevalensi skizofrenia diperkirakan 0,5%.(Hawari,2001)
Perbandingan antara jenis kelamin pria dan wanita
prevalensinya sama akan tetapi menunjukkan perbedaan dalam onset skizofrenia
dan perjalanan penyakit. Pria mempunyai onset skizofrenia lebih awal daripada
wanita. Usia puncak onset untuk pria adalah 15-25 than, dan untuk wanita usia
puncaknya adalah 25-35 tahun. (kaplon dan Sadock, 1997)
Patofisiologi
Secara
terminologi, skizofrenia berarti skizo adalah pecah dan frenia berarti
kepribadian. Scizophrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi dan perasaan pikir, waham yang aneh, gangguan
persepsi, afek yang abnormal. Meskipun demikian kesadaran yang jernih,
kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu, mengalami hendaya berat dalam
menilai realitas (pekerjaan, sosial, dan waktu senggang).
Patofisiologi
skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia
terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik.
Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine,
terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau
hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Hipotesis/teori
tentang patofisiologi skizofrenia :
a) Pada
pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b) Hiperdopaminegia
pada sistem meso limbikà berkaitan dengan gejala positif
c) Hipodopaminergia
pada sistem meso kortis dan nigrostriatalàbertanggungjawab terhadap gejala
negatif dan gejala ekstrapiramidal.
Jalur
dopaminergik saraf :
a) Jalur
nigrostriatal : dari substansia nigra ke basal gangliaà fungsi gerakan,
EPS
b) Jalur
mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbik à memori,
sikap, kesadaran, proses stimulus.
c) Jalur
mesokortikal : dari tegmental area menuju ke frontal cortex àkognisi,
fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress.
d) Jalur
tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary àpelepasan
prolaktin.
e) Terdiri
dari 3 fase :
· Premorbid
: semua fungsi masih normal
· Prodomal
: simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas, gangguan tidur,
curiga). Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi- fungsi
mendasar ( pekerjaan dan rekreasi) dan muncul symptom nonspesifik seperti
gangguan tidur, ansietas, konsentrasi berkurang, dan deficit perilaku. Simptom
positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti
sudah mendekati menjadi fase psikosis.
· Psikosis
:
Ø Fase Akut
: dijumpai
gambaran psikotik yang jelas, misalnya waham, halusinasi, gangguan
proses piker, pikiran kacau. Simptom negative menjadi lebih parah sampai
tak bisa mengurus diri. Berlangsung 4 – 8 minggu
Ø Stabilisasi
: 6 – 18 bulan
Ø Stabil
: terlihat residual, berlangsung 2- 6 bulan
Gejala Klinis
gejala skizofrenia
dibagi dalam 2 kategiri utama yaitu gejala positif dan gejala negatif, yakni :
· Gejala
positif atau gejala nyata:
ü Halusinasi
: persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi di
dalam realitas.
ü Waham
: keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar di dalam
realitas.
ü Ekopraksia
: peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati klien.
ü Flight
of ideas : aliran verbalisasi yang terus menerus saat individu melompat dari
satu topik ke topik laindengan cepat.
ü Perseverasi
: terus menerus membicarakan satu topik atau gagasan, pengulangan kalimat,kata
atau frasa secara verbal dan menolak untuk mengubah topik tersebut.
ü Asosiasi
longgar : pikiran atau gagsan yang terpecah-pecah atau buruk.
ü Gagasan
rujukan : kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki makna yang khusus
dalam individu.
ü Ambivalensi
: mempertahanan keyakinan dan perasaan yang tampak kontradiktif tentang
individu,peristiwa atau situasi yang sama.
· Gejala
negatif atau gejala samar :
ü Apati
: perasaan tidak peduli terhaap individu, aktivitas atau peristiwa.
ü Alogia
: kecendrungan berbicara sangat sedikit atau menyampaikan sedikit subtansi
makna (miskin isi).
ü Afek
datar : tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi atau mood.
ü Anhedonia
: merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup, aktifitas atau
hubungan.
ü Katattonia
: imobilitas karna faktor psikologis, kadang kala ditandai oleh periode agitasi
gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
ü Tidak
memiliki kemauan : tidak adanya keinginan. Ambisi atau dorongan untuk bertindak
atau melakukan tugas-tugas.
No comments:
Post a Comment